BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seperti
yang telah kita ketahui bahwa dalam mempelajari sejarahmempunyai banyak hal
yang harus dipelajari. Pada pertemuan
pertama kita telah mempelajari pengertian sejarah, nilai sejarah, teori dan
metodologi, dan yang lainnya. Dalam mempelajari sejarah kita juga harus banyak
belajar tentang unsur yang ada di dalamnya, sehingga sejarawan tidak menjadikan
penelitiannya menjadi sebuah mitos belaka.
Dalam
pengertiannya dikatakan bahwa sejarah sebagai ilmu pengetahuan, sejarah adalah
penyelidikan, sejarah dalam bentuk catatan dan peninggalan, sejarah sebenarnya
masa lampau,sejarah mempelajari keunikan, sejarah adalah ilmu pengetahuan[1].
Dalam mempelajari sejarah juga disebutkan banyak aliran yang mendebatkan
tentang penulisan sejarah, antara lain aliran organic, aliran
scientific-nominalist, aliran dialectical-intelectual, aliran
dialectic-materialist, dan aliran personal-social-intuitive[2].
Sejarah
menurut Edward Hellet Carr (1892-1982) bahwa dia mempunyai sebuah keyakinan
atau kepercayaan meskipun sejarawan tidak bisa memprediksi peristiwa tertentu,
mereka bisa membuat sebuah generalisasi yang berguna baik sebagai petunjuk
untuk tindakan masa depan maupun sebagai kunci untuk memahami bagaimana hal-hal
bisa terjadi. Sejarah dalam KBBI berarti “kesusasteraan lama, kejadian dan
peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu, serta ilmu, pengetahuan,
cerita, pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada
masa lampau (riwayat)”[3].
Dalam
sejarah kita akan mempelajari tentang adanya generalisasi sejarah. Mengapa kita
harus mempelajari serta manfaat yang dapat diambil setelah mempelajari
generalisasi tersebut. dalam pendahuluan ini saya akan membahas sedikit tentang
apa itu generalisasi. Generalisasi adalah pekerjaan untuk menyimpulkan dari
khusus ke umum. Karena sejarah berkedudukan sebagai ilmu, maka didalam membahas
fakta-fakta dari sebuah peristiwa perlu digeneralisasikan terlebih dahulu. Dari
generalisasi-generalisasi tersebut maka dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan
tertentu terhadap peristiwa tertentu[4].
Sebagian sejarawan menganggap bahwa
tidak ada ruang untuk melakukan generalisasi dalam studi sejarah. Antara satu
peristiwa dengan peristiwa lainnya berbeda, sehingga simpulan studi dari suatu
peristiwa tidak dapat digunakan untuk studi lainnya. Generalisasi dianggap tabu
oleh sejarawan, namun ada juga sejarawan yang menganggap bahwa dalam studi
sejarah dapat dilakukan atau menghasilkan generalisasi. Metode berfikir yang
digunakan adalah induksi. Kesimpulan yang bersifat sederhana, sudah dibuktikan,
dan merupakan sejarah yang diterima (accepted history).
Generalisasi dapat dijadikan sebagai
dugaan sementara dan biasanya berupa generalisasi konseptual. Menurut
Kuntowijoyo generalisasi harus dibatasi supaya sejarah tetap empiris. Menurut
James A. Banks dalam Teaching Strategies
for the Social Studies, generalisasi dalam sejarah dibedakan atas tiga
tingkatan, yaitu high order
generalization, intermediate level organization, and Law order generalization.
Generalisasi pada dasarnya merupakan formulasi konsep atas himpunan pengetahuan
terkait dengan hal tertentu[5].
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
itu Generalisasi Sejarah?
2. Apa
sajakah tujuan dalam Generalisasi Sejarah?
3. Ada
berapakah jenis-jenis Generalisasi Sejarah?
C. TUJUAN MASALAH
1. Menjelaskan
pengertian Generalisasi Sejarah
2. Menyebutkan
serta menjelaskan tujuan yang ada dalam Generalisasi Sejarah beserta contoh
masing-masing
3. Menyebutkan
serta menjelaskan jenis-jenis Generalisasi Sejarah beserta contoh masing-masing
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Generalisasi
Generalisasi
menurut bahasa Latin generalis
berarti umum. Secara harfiah generalisasi sejarah diartikan sebagai pekerjaan
penyimpulan dari yang khusus kepada yang umum. Generalisasi itu dapat dipakai
sebagai hipotesis deskriptif, yaitu sebagai dugaan sementara. Generalisasi yang
sebenarnya merupakan hasil penelitian. Contohnya pada tahun 2006 Indonesia
ditandai oleh kemiskinan. Penelitian World Bank menyebutkan bahwa kemiskinan
rakyat adalah yang dominan. Mengapa kita harus mempelajari generalisasi dalam
sejarah, karena ibarat hutan dan pepohonan. Jika tidak adanya sebuah hutan maka
kita tidak akan tahu dan mengetahui berbagai macam jenis pohon di dalamnya.
Adapun
generalisasi dalam sejarah menurut para ahli yaitu sebagai berikut:
a. Kuntowijoyo
harus dibatasi supaya tetap menjadi sejarah yang empiris, yaitu pertama generalisasi sebagai rumusan
konsetual atau simpulan yang diperoleh dari data yang ada. Kedua generalisasi sebagai penyimpulan dari hasil penelitian
contohnya kata “revolusi” merupakan
simpulan dari data yang ada yang menunjuk pada perubahan mendasar dalam suatu
tatanan kehidupan dalam waktu yang singkat.
b. James
A. Banks dalam Teaching Strategies for
the Social Studies, generalisasi dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu high order generalization, intermediate
level organization, and law order organization. Generalisasi tingkat
pertama pemakaiannya bersifat universal yang berkaitan dengan hukum-hukum atau
prinsip-prinsip. Generalisasi tingkat kedua hanya berlaku untuk kawasan atau
kebudayaan di daerah tertentu. Generalisasi tingkat ketiga yang paling
memungkinkan digunakan dalam sejarah, yakni simpulan yang didasarkan pada data
dari dua atau lebih tentang sekelompok masyarakat dari suatu kawasan tertentu
yang bersifat lokal
c. Karl
Max dan gurunya Frederick Hegel, keduanya memberikan penjelasan yang
bertentangan mengenai generalisasi dalam sejarah. Menurut Frederick memulai
dengan ide yang abstrak (melangit) untuk kemudian dilihat dari kondisi yang
real (membumi). Cara tersebut diformulasikan ke dalam gaya Bahasa Max bahwa
dalam analisis gurunya yang dimulai dari “langit”
ke “’bumi” dan sebaliknya dia
mengawali analisisnya dari “bumi” ke “langit”. Penyimpulan Max berdasarkan
pada kondisi real atau hasil penelitian, sedangkan Frederick mengacu pada hal
yang abstrak sesuai dengan kondisi umum yang terjadi di Eropa pada masa
hidupnya. Oleh karena itu, pendapat Frederick sulit untuk menciptakan kesadaran bagi kelas pekerja (buruh) untuk melakukan
revolusi menumbangkan kaum borjuis yang hidup mewah diatas penderitaan kaum
kelas bawah.
2. Tujuan Generalisasi Sejarah
a) Saintifikasi
Semua ilmu melakukan
generalisasi. Generalisasi berkaitan dengan keajegan atau statis. Generalisasi
dalam sejarah yang merupakan kemungkinan itu sama dengan teori untuk ilmu lain.
Dalam antropologi dikenal teori evolusi, tetapi dalam sejarah dikenal
generalisasi tentang perkembangan sebuah masyarakat.
Contohnya pada teori Marxisme untuk revolusi yang
mendasarkan perjuangan kelas tidak berlaku bagi revolusi Indonesia, yang
bercirikan revolusi pemuda. Jadi, generalisasi sah untuk ilmu lain, sedangkan
untuk sejarah berlaku spesifikasi. Demikian pula di Indonesia, dimana Tan
Malaka dalam bukanya Massa Actie menyusun periodisasi
sejarah Indonesia dimulai dari migrasi bangsa Yunan samai perebutan kekuasaan
antara rakyat miskin dengan kaum imperialis. Karena Tan Malaka menganut
Marxisme maka didalam menyusun generalisasi sejarah Indonesia tidak obyektif.
b) Simplifikasi
Simplifikasi sama
dengan penyederhanaan dari masalah yang kompleks menjadi sederhana dan mudah
dipahami (bersifat sempit dan sederhana). Contonya daerah Vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta) adalah daerah persawahan
yang subur. Jadi Vorstenlanden sama dengan
daerah subur. Penyederhanaan diperlukan untuk memudahkan analisis. Sejarawan
dituntut dengan nyalinya melakukan pembacaan mencari sumber sejarah, kritik,
intrepretasi dan penulisan. Cara kerja sejarawan sama dengan kerja grounded reseachi artinya masuk ke lapangan tanpa bekal. Namun, suatu ketika
ia harus melakukan penyederhanaan
3. Jenis-jenis Generalisasi Sejarah
a. Konseptual
Konsep pada dasarnya,
menggambarkan tentang fakta. Contoh mari kita ambil dari sepotong konsep Marx
bahwa ada sebuah kelompok yang memiliki akses atau sumber-sumber produksi
mempunyai kekuasaan atas kelompok yang tidak memiliki sumber-sumber produksi.
Yang kemudian dikenal dengan sebutan patron
dan klien, awalnya patron memiliki sumber-sumber produksi
dank arena itu menjadi sumber penguasaan atas kelompok klien yang menyatakan kepatuhan pada patronnya.
Generalisasi yang
banyak dijumpai dalam sejarah, yaitu kolonialisme
yakni konsep yang menunjuk terhadap suatu
daerah atau koloni oleh negara tertentu (contohnya bangsa Eropa yang menghimpun
gold, glory, and gospel). Nasionalisme
yakni konsep kesadaran nasional suatu bangsa atas kondisi ketertindasannya yang
dilakukan oleh bangsa lain (contohnya Indonesia
melawan bangsa Belanda dan Jepang yang telah menjajah selama berabad-abad).
Kemerdekaan merupakan visi penting masyarakat Indonesia dalam melawan
penjajah, jika nasionalisme dikatakan sebagai perlawanan atau usahanya melawan
penjajah maka kemerdekaan adalah buah hasil yang dilakukan oleh masyarakat
Indonesia atas apa yang mereka perjuangkan.
Revolusi yakni konsep yang menunjuk pada
perubahan yang radikal, berlangsung cepat, dan besar-besaran (contohnya pada
1917, Vladmir Lenin mengadakan revolusi sosial yang dialamatkan kepada golongan
borjuis Rusia pimpinan Tsar Nicholas II. Peristiwa ini lazim dikenal dengan Revolusi Bolshevik 1917). Evolusi
yakni sebuah konsep yang mengacu pada perubahan secara perlahan dan dalam
bentuk yang lama (contohnya gerakan
reformasi di Indonesia pada tahun 1998-sekarang). Peradaban yakni
konsep yang menjelaskan tentang kemajuan tertinggi yang dihasilkan oleh manusia
di daerah dan pada waktu tertentu (contohnya terdapat sejumlah pusat-pusat peradaban dunia, seperti kawasan Sungai
Huang Ho di Cina, Lembah Sungai Indus di India, Sungai Nil di Mesir, dan Laut
Merah di Eropa)
b. Personal
Penyimpulan personal
sama dengan cara berfikir pars pro toto,
yakni menyamakan bagian dengan keseluruhan (merujuk pada perseorangan yang
mewakili kelompok masyarakat). Contohnya Presiden Iran, Ahmadinejad mewakili
negara di dunia anti AS. Person dan kondisi dianggap sebagai representasi
generalisasi.
c. Spasial
Untuk spasial mewakili
wilayah tertentu yang membedakan dengan wilayah lain. seperti kata “Timur” dan “Barat” sering dijumpai dalam beberapa literatur sejarah. Ada pula
kata “Timur Dekat” dan “Timur Jauh”. Contohnya pada masa
penjelajahan samudera, daerah di luar Eropa biasa disebut sebagai “Dunia Baru”
dank arena adanya egosentrisme bangsa Eropa sebagai “Dunia Lama”. Kerajaan Vorstenlanden membagi wilayah menjadi kutagara, negaragung, mancanegara, pesisir,
dan sabrang. Asia Timur terdiri dari negara-negara RRC, Jepang, Korea, dan
Taiwan.
d. Tematik
Generalisasi ini
ditunjukan dalam judul buku, termasuk biografi. Tematik memfokuskan pada asal,
perilaku, pemikiran, kepercayaan, hobi, dsb. Contohnya Roeder menulis tentang
Anak Desa, yang tidak lain menggambarkan mobilitas sosial Soeharto dari Anak
Desa menjadi Jenderal dan Presiden serta berkuasa tiga desenia. Secara umum
menggambarkan psikologi Soeharto.
e. Periodik/Temporal
Penyimpulan ini terkait
erat dengan aspek periodisasi waktu dalam sejarah. Misalnya sebutan Kurun Niaga
pada 1450-1680 seperti yang digunakan Antony Reid dalam menjelaskan sejarah
Asia Tenggara. Reid juga menyebut periode ini dengan masa modern awal bagi
sejarah Asia Tenggara. Sulawesi Selatan pada abad 15-16 oleh beberapa ilmuwan
generalisasi sebagai periodesasi “Memperebutkan
Kekuasaan” antara kerajaan-kerajaan lokal atau Zaman (Fajar) Sejarah
Sulawesi Selatan.
f. Sosial
Kelompok sosial
masyarakat juga dapat digeneralisasikan. Kelompok masyarakat bawah yang
hidupnya dari penggarapan tanah disebut petani. Di Eropa disebut sebagai peasant. Penggarapan tanah dalam skala
besar disebut farmer. Di Indonesia,
khususnya Jawa, petani hanya mempunyai garapan 0,25 ha. Jadi, secara umum disebut
petani tetapi kondisi sosialnya berbeda-beda.
g. Kausal
Generalisasi yang
menyangkut tentang sebab suatu perubahan. Sesungguhnhya penyebab itu banyak
sekali, meski dapat ditarik menjadi sebab umum. Ada sebab yang determinan
terhadap perubahan yang akan terjadi yang dapat dibedakan menjadi idealism dan materialism. Kedua isme itu merupakan penggerak masyarakat.
Contohnya Perang Aceh berlangsung lama karena adanya generalisasi tentang
Perang Jihad.
h. Kultural
Generalisasi ini
dilakukan di berbagai lapisan masyarakat. Anak-anak priyayi dipastikan masuk
sekolah pemerintah. Anak-anak ulama pasti masuk pesantren Keturunan oleebalang
banyak yang bekerja sebagai pegawai kolonial.
i.
Sistematik
Kesimpulan umum dalam
sejarah mengikuti kondisi setempat. Transportasi di Kalimantan menggunakan
jalan sungai. Sekarangpun penebang hutan secara gelap itu mengangkut kayu lewat
sungai. Urbanis dari Klaten ke Yogyakarta memilih domisili di bagian timur kota
Yogyakarta, mereka berdomisili dekat dengan tempat asalnya.
j.
Struktural
Struktur fisik dapat
digunakan untuk membuat generalisasi. Agak sulit membedakan orang Cina, Korea,
dan Jepang karena mereka sama-sama berkulit kuning dan bermata sipit. Akan
tetapi mereka dapat diketahui asal etniknya dari struktur fisiknya, gerak tubuhnya,
cara bicara, berjalan, beribadah. Di Indonesia dapat dibedakan antara Nahdliyin
NU dan Muhammadiyah, Kaum Nasrani apakah Kristen atau Katolik. Demikian dapat
dibedakan orang Solo-Yogya dengan orang Banyumas. Structure of events membantu mengenali dan membuat generalisasi,
apakah didorong oleh realisme atau idealisme.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Generalisasi
merupakan penyimpulan dari hal yang khusus keumum. Suatu penyimpulan yang
menggunakan pola deskriptif dengan melihat keadaan alam yang ditelitinya.
Adapun tujuan yang berlaku di dalam generalisasi dalam sejarah ada dua macam
yaitu saintifikasi dan simplikasi. Saintifikasi menyajikan tujuan dengan
menggunakan teori yang sudah ada dan dikeluarkan oleh para ahli. Dengan teori
tersebut kita meneliti ulang dnegan keadaan yang dikatakan dala teori tersebut,
apakah sesuai atau tidak dengan pemaparan para ahli.
Simplifikasi
menyajikan tujuan dengan cara penyederhanaan masalah yang dirasa sulit dicerna
atau kompleks menjadi sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca maupun peneliti
sejarah. Ada juga jenis-jenis generalisasi yang mencakup konsep, yaitu
konseptual, personal, tematik, spasial, periodik, sosial, kausal, kultural,
sistemik, dan struktural yang telah dijelaskan dalam makalah ini diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah,
Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2010
ABD Rahman Hamid &
Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu
Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2008
[1] Suhartono
W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah,
(Yogyakarta: GRAHA ILMU), hal 2-4
[2]
ABD Rahman Hamid & Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Ombak), hal xii
[3] Ibid.., hal 2 & 4
[5] ABD
Rahman Hamid & Muhammad Saleh Madjid, Pengantar
Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Ombak)., hal
62
Tidak ada komentar:
Posting Komentar